www.wikipedia.com

Monday, February 23, 2009

SEKOTAK CINTA

SEKOTAK CINTA UNTUK ‘TINTA LANGIT’
Juned, sebab kamu, aku menuliskan surat ini.


(Malang) Minggu, 23 Februari 2009

......
Kita tersesat pada keterasingan yang tak pernah kita mengerti. Ini fase, adalah episode yang tak terduga, namun harus diterima. Sebab kita manusia, yang mau tak mau harus siap dengan segala peristiwa...
.....

Kita saat ini, bukan lagi manusia yang baru mengenal satu sama lain. Sudah kita tanggalkan banyak masa, banyak usaha, banyak cinta. Kita saat ini, adalah kita yang memiliki seribu satu rencana. Sudah merekah kuncup dalam pribadi dan otak kita. Sudah pula lebih cepat langkah dan lari kita.

Agaknya kita harus mengakui, bahwa kita sedikit lebih dewasa dari pertemuan kita silam.

Mampirlah pada kehidupanku saat ini, kawan. Dan jangan larang aku untuk mampir pada kehidupanmu saat ini, atau kapan saja. Bukankah, hidup kita ada satu: berusaha dan bercita-cita? Maka, tak ada alasan untuk menutup diri antara satu dengan yang lain. Sebab, kita berangkat dari sejarah yang panjang, dan sangat tak patut dilupakan. Kebersamaan yang terlalu manis, juga berbagai peristiwa yang memilukan, sekaligus membahagiakan.

Indah, ya?

Hm, ya, dulu, memang sangat indah. Kita merdeka, sangat merdeka. Kita meraba-raba jati diri, meraba-raba tempat mana yang cocok untuk kita tinggali secara bersama-sama. Kita bebas melakukan apa saja, merencanakan apa saja. Kita merangkai bahagia dan tawa setiap saat. Kita membakar semangat sesuka kita.

Kita—seolah-olah—menyepakati bersama, bahwa tempat kita adalah pada kata-kata yang indah, pada bahasa-makna yang bisa dibaca banyak manusia: Sastrawan. Penyair. Cerpenis. Novelis. Esais. Pemikir. Kritikus. Kreator...

Aih, indah betul harapan kita itu!

Asal kalian tahu, obsesi itu masih sangat kuat tertanam dalam diriku, hingga detik ini. Entah, apakah masih ada dalam diri kalian. Ataukah, sudah ada pilihan rencana lain yang dirasa lebih baik dari rencana semula kita.

Tapi tak masalah. Kita sudah dewasa. Kita merdeka. Kita berhak menentukan apapun yang baik dan tepat menurut kita.

Rozi, sudah nyaman kau rupanya dengan politikmu? (Asal kamu tahu, aku ikut bahagia mendengar ikhtiarmu terwujud. Lebih membahagiakan, saat aku melihat sepasang matamu yang berbinar mengabarkan sepak terjangmu padaku). Berjanjilah untuk kuliah tepat waktu dan tidak menggalang demo anarkhis. Kita terpelajar, kita beragama. Apalagi kamu pemimpin yang diharapkan bisa memberi pengaruh positif. Kendalikan massa-mu. Tugasmu adalah membuat maju kampus, serta memperluas jaringan untuk aset masa depanmu kelak. Ingat, jangan lupa makan dan istirahat ya, sayang?

Wafi, bagaimana kabarmu? Jangan terlalu sibuk. Ingat, kau harus makan dan istirahat cukup. Jangan sampai, sebab terlalu sibuk menciptakan demokrasi di kampus kita, kau lupa hak-hak tubuhmu. Demokrasi tidak sekejam itu memforsir tenagamu. Tersenyumlah selalu. Aku snagat rindu dengan senyummu itu.

Ili, pendiam betul kau padaku? Ada yang salahkah? Atau, ada yang telah terjadi? Kukira, sesuatu telah membuatmu jadi pemalu dan pendiam. Tapi apa itu? Jujur, aku sedikit tak terbiasa dengan kebiasaan barumu itu. Tapi, bila itu membuatmu tenang dan nyaman, aku tak akan protes lebih jauh. Sebab, kau tetaplah Ili-ku, yang selalu tersenyum dan jail padaku.

Durroh, rupanya akademik membuatmu sibuk kesana kemari, ya? Ah, Durroh, tidak capek kau? Kau memang mahasiswa teladan dan rajin! Kau sangat tekun dan penuh semangat. Pasti ada seribu target dalam otakmu, sehingga setiap langkahmu harus tepat dan berhasil. Tapi, kenapa kau lebih cantik sekarang? Maksudku, lebih feminin. Lucu memang. Ah, rindu betul aku padamu!

Tamim, bagaiman dengan pencarianmu? Apa yang sudah kau temukan? Sastra yang indah, apa sudah mampir ke kediamanmu? Kau memang calon filusuf (Ehem!). Selalu berfikir dan resah terhadap sekitarmu yang tak sesuai. Asal imanmu kokoh, dijamin renunganmu tak akan keluar dari lajur semestinya. Sebab hanya itu kuncinya. Dan mengenai gadis pujaanmu? Sudah kau dapatkankah? Oh, iya, aku ingin kau tidak pemalu dan sentimen lagi pada perempuan. Semoga saja, bisa kau pertimbangkan (he2).

Slenger, rambutmu bagus. Kau masih saja aneh dan suka cari perhatian, ya? Apa sudah kau kirimkan tulisanmu ke media? Si BJ sudah sampai ke langit tujuh, bagaimana denanmu? Jangan suka bermain perempuan, kau akan semakin lama sampai pada tempat yang kau idamkan : seniman berbakat dan fenomenal. Kau berpotensi besar, percaya dirimu luar biasa. Manfaatkan anugrah itu. Tapi, semakin aneh penampilanmu, semakin aku sayang padamu.

Juned, kenapa kau selalu membuatku rikuh? Aku selalu malu padamu, merasa tak enak padamu. Ini karena kharismamu sebagai sahabat yang tak bisa ditandingi siapapun. Komitemenmu yang tinggi, membuatku sangat malu pada diriku sendiri. Kau bukan sembarang teman. Kau merangkulku, juga teman-teman lain, sebagai saudaramu. Dan kau mengajari kita, khususnya aku, bagaimana memperlakukan saudara dengan seharusnya. Aku tahu, aku memang sangat memalukan. Maafkan aku, Jun. Jangan abaikan aku, teruslah membuatku malu. Agar pikiranku semakin terbuka dan aku bisa dewasa sepertimu.

Cimud, siapa muhrim barumu? Mengakulah...Seseorang mengabarkannya padaku. Jangan rahasiakan apapun padaku. Bukankah selama ini, aku selalu bercerita apa saja yang menimpaku? Kita kerap bertemu, dan aku senang kau selalu tersenyum padaku. Seingatku, tulisanmu pernah mampir di media. Tidakkah ingin kau teruskan sepak terjang itu? Kau berbakat, cerdas, dan ramah. Tak boleh ada yang melupakan sifat dasarmu itu. Ingat, aku menunggu kabar muhrim itu, lho!

Umar, tak lelah kau rupanya menggodaku? Puisi romantis serta celetukan mempesonamu itu tak pernah tak menghiburku. Kau lucu, sangat jail, dan romantis. Pacarmu pasti sangat betah denganmu. Tapi, kau hanya berani lewat sms. Bila bertemu denganku, kau hanya tersenyum alakadarnya, lalu pergi begitu saja. Mau jadi pujangga misterius maksudnya? Hahaha, gemas aku!


Habibah, nyonya cantik yang baik hati. Sehatkah kamu? Sudah kau temukan rupanya kbahagiaan hidupmu, yang dulu sempat kau tangiskan padaku--sebab tak kunjung kau temui. Aku dengar, aku sudah punya keponakan? Dia harus memanggilku 'Bu Lek Zizi'. Aku benci panggilan Tante. Bukan budaya kita, hehehe. Sehatlah selalu, bib. Jangan putuskan silaturrahmi kita. Aku senantiasa rindu kabarmu. Juga tulisan-tulisanmu itu.

Muttaqin, aku kangen kamu. Bagaimana tanah kelahiran menyambutmu? Aku kehilangan kontak, jahat sekali kau melupakan aku! Kamusmu masih di aku. Juga sejuta kenangan dan pengorbananmu tertinggal di sini bersamaku. Kau sedang apa? Jangan-jangan, tanah kelahiran tak menghendakimu kembali ke ranatuan? Lalu, bagaimana dengan pertemanan kita?

Dan aku, zizi. Tak ada yang berubah dariku, kawan. Aku tetap sayang pada kalian semua. Aku tetap ada untuk kalian, percayalah. Obsesiku masih sama dengan yang dulu: cerpenis. Tidak keluar dari ranah itu. Dan aku perlahan mendapat titik terang. Dari ketetapan 20 cerpenis muda Indonesia 2009, ada namaku nyangkut di situ. Aku pun akan menikah dalam waktu dekat, kawan. Doakanlah supaya semua lancar dan berkah. Aku menikah awal Juni, Insyaallah. Jadi, datanglah. Aku akan menanti. Setelah menikah, aku akan hijrah dari Malang, ke Jogja. Babak baru akan dimulai. Perubahan besar, dalam bentuk apa saja, akan terjadi padaku. Tapi jangan takut, aku tetap ada untuk kalian. Tak akan lekang dimakan waktu....

Aku sayang kalian semua.

Selamat ulang tahun untuk kita. Ini, sekotak cinta dari hatiku untuk Tinta Langit (Rozi, terimakasih, nama komunitas kita bagus sekali). Aku rindu, sangat rindu. Dan air mataku ini, adalah saksi dan menjadi bagian terpenting dari sejarah perjalanan kita. Kalian adalah teman kreatif terbaikku, sampai kapanpun. Tinta Langit adalah jalan awal, inspirasi pembuka, serta motovasi terbesar bagi perjalanan cita-citaku.

Terimakasih, terimakasih...

Mampirlah ke rumahku jika kalian lapar dan tak punya uang. Tinggallah ke rumahku jika kalaina kesasar atau kemalaman atau diusir. Aku, rumahku, segala yang kupunya, terbuka untuk kalian semua.

Selamat Ulang Tahun yang Ketiga, Tinta Langit, sayang...


Azizah Hefni
(zizi)






1 comment:

Anonymous said...

Kenapa warna ungu? :(