www.wikipedia.com

Wednesday, January 27, 2010

قَصِيْدَة اْلإِعْتِرَاف

إِلٰهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاَ
وَلاَ أَقْوٰى عَلٰى نَارِ الْجَحِيْمِ

Ya Tuhanku, tidaklah pantas bagiku menjadi penghuni surga-Mu
Namun, aku tidak kuat dengan panasnya api neraka

فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوبِيْ
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ الْعَظِيْمِ

Maka, terimalah taubatku dan ampuni dosa-dosaku
Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa-dosa besar

ذُنُوْبِيْ مِثْلُ أَعْدَادِ الرِّمَـالِ
فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً يَاذَا الْجَلاَلِ

Dosa-dosaku seperti jumlah pasir
Maka terimalah taubatku, Wahai Pemilik Keagungan

وَعُمْرِيْ نَاقِصٌ فِي كُلِّ يَوْمٍ
وَذَنْبِيْ زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِيْ

Umurku semakin berkurang setiap hari
Sementara dosaku semakin bertambah, bagaimana aku menanggungnya

إِلٰهِيْ عَبْدُكَ الْعاَصِي أَتَـاكَ
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَـاكَ

Ya Tuhanku, hamba-Mu yang berdosa ini datang kepada-Mu
Untuk mengakui semua dosa dan memohon kepada-Mu


وَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذََاكَ أَهْـلٌ
وَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ يَرْحَمْ سِوَاكَ

Seandainya Engkau mengampuni, memang Engkaulah Pemilik Ampunan
Tapi seandainya Engkau menolak taubatku
Lalu kepada siapa aku memohon ampunan selain kepada-MU

Oleh: Abu Nawas

Monday, January 18, 2010

PURNAMA HITAM



Awalnya berkenalan
Lalu berteman
Bersahabat
Kadang menjadi kekasih
Bisa juga menjadi saudara, musuh, guru, raja, ibu, bapak, dan sebagainya
Kemudian terserah saya, kamu, dia atau mereka…

Desember 2009

Djibril Ahmad


Saturday, January 16, 2010

MENUMBUHKAN CINTA KASIH

Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang dapat memberikan sejuta keindahan dan kebahagiaan bagi penghuninya jika ia benar-benar terjaga dan terpeliharaan keharmonisan dan ketentramaannya, namun sebaliknya akan merasa dalam bara jahannan jika tidak mampu menjaganya dengan baik. untuk menjadakan keluarga yang didalamnya selalu tumbuh rasa kasih sayang diperlukan beberapa hal diantaranya :

MENYAPA LEMBUT
Sapaan lembut pada siapa pun pasti memberikan sensasi tersendiri, apalagi pada sang istri atau suami, yang setiap harinya dipenuhi oleh setumpuk pekerjaan dan kadang lupa memberikan sapaan walau hanya sepenggal kata "sayang". Menyapa, berarti memberikan sentuhan kata, jika ia disapa dengan hati, maka ia akan menjawab dengan hati, jika disapa dengan sapaan lipstik ia juga akan demikian, tapi apa pun jenis sapaan yang sudah ditebar padanya, akan memberikan keindahan tersendiri. Misalnya suami menyapa dengan perkataan “lagi ngapain cinta”, sang istri akan tersipu dan akan menggerakkan hati dengan mejawab “lagi…..” dengan penuh senyum dan rona ia merasakan kebahagiaan. Jika ia disapa dengan senyum dan kata-kata yang indah, maka suasana akan berubah menjadi begitu romantis, dan akan ada kejutan-kejutan yang sebelumnya tidan terpikirkan akan berubah menjadi sebuah keindahan. Apalagi sang istri/suami dalam kondisi capek, sumpek, dll….sehingga sapaan lembut akan memberikan secangkir kesegaran padanya.




HADIAH
Hadiah akan menjadi hal yang luar biasa pada pasangan kita, apalagi kita memberikannya pada momen yang tepat. Hadiah yang kita berikan tidak akan dilihat besar kecilnya, karena kecil besar hanya sebuah materi, tapi yang paling berarti dibalik hadiah itu, yaitu kasih sayang. Seseorang yang memeberikan hadiah, berarti ada kata lembut yang menyusup dari hatinya yang kemudiania tanpak lewat hadiah, sapaah itu adalah “saya cinta kamu”, “saya rindu kamu”, “saya sayang kamu”, “saya sangat …..dan lainnya. Adakah seseorang yang memberkan hadiah pada orang yang tidak ia cinta?maka jawabannya pasti tidak ada. Maka, besar kecil hadiah itu tidak menjadi berarti, untuk pasangan, tapi esensi dari pemberian yang memberikan reaksi, reaksi cinta dan kasih. Besarnya hadiah, bukan sebuah kewajiban, tapi pemberian hadiah adalah sebuah keharusan bagi seseorang yang akan memberikan warna cinta dan menumbuhkannya. Bagi seorang petani bisa dengan singkong, bagi seorang pedangang bisa cilok (sejenis bakso), bagi seorang kantoran bisa es jus, atau apalah yang bisa dibuat pulang, dan memberikan suasana berbeda ketika sampai di rumah. Bagi seorang istri biasa, membuat snsasi makanan yang belum pernah dibuat sebelumnya, dan dikhususkan untuk kedatangan suaminya yang akan dating kerumah.

Begitu besarnya pengaruh hadiah dalam menumbuhkan kasih sayang ini ditetapkan oleh sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan al-Bukhari dari di al-Adab al-Mufrad dari Abu Hurairah “ تَهَادَوْا تَحَابُوا” (Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian akan saling menyayangi).

MENOLONG/MEMBANTU
Seorang Istri seringkali mengerjakan pekerjaan rumah (meskipun itu bukan sebuah keharusan bagi seorang istri) , seperti memasak, mencuci, dll. Tapi, bagaimana kedua belahpihak mengelola kerja, pembagian kerja. Meskipun demikian, seorang istri lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah, sedangkan sang suami bekerja diluar (mencari nafaqoh). Ada sesuatu yang dapat memberikan nuansa yang indah kepada pasangan ketika pasangan itu melakukan hal-hal yang jarang dilakukannya, seperti suami memasak, mencuci piring, ngepel, membuatkan teh istri, memandikan anak, menyetrika pakaian dan lainnya, maka sang istri akan berfikiran bahwa sang suami tidak gengsi, dan menjauhkan dari istilah level –karena ini sering terjadi pada suami-, malah hal-hal seperti ini akan semakin memperindah, dan menambah erat hubungan cinta, suami sitri.

Dari al-Aswad bin Yazid berkata, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi saw di rumah?” Aisyah menjawab, “Melayani keluarganya. Jika tiba waktu shalat beliau pergi shalat.” (HR. al-Bukhari).
Beliau juga bersabda, أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya.” (HR. at-Tirmidzi dia berkata, “Hadits hasan shahih.”).

MEMBERI PUJIAN
Memuji, kadang menjadi pertaruhan bagi pasangan, apalagi pasangan yang sudah lama, kadang pujian terlalu disederhanakan atau disepelekan. Pujian adalah kata-kata positif yang keluardari hati yang penuh kepostifan, kaetika kata pujian keluar maka ia mengeluarkan energy positif dan akan memberikan dampak positif. Seperti, kau sungguh cantik sayang, kau sungguh baik, kau sunguh tanpan, kau luar baisa, makasakan enak banget, aku belum pernah lihat kamu secantik ini, aku selalu melihat kamu tersenyum, kau memang suami yang shaleh, tangan pun seperti bidadari, dll. maka kata yang sangat sederhana ini akan memberikan ke- pede-an pada sang istri atau suami, dan merasa keberadaannya benar-benar dihargai dan didambakan. Orang yang dipuji akan selalu memelihara pujian itu, misalkan kau selalu cantik, sang istri ketika bertemu dengn suami akan selalu memberikan hal yang terbaik agar pujian itu muncul kembali, atau selalu tersenyum agar pujian yang tadi juga muncul darinya….masakan enak, ia akan selalu memasakan makanan yang paling disukai sama pasangan..mengapa, karena aura postif itu selalu menjaganya.

BERCANDA
Untuk menumbukan cinta kasih pada pasangan banyak jalan dan cara, misalkan dengan BERCANDA –membuat hubungan suami istri bukan hubungan pemerintah dan rakyat, majikan dan pembantu, orang tua dan anak – tapi hubungan suami-istri adalah hubungan kekhasan yang akan menumbukan keharmonisan, yang menggabungkan dari berbagai keindahan, kadang menjadi Bapak/Ibu, kadang menjadi sahabat, kadang menjadi guru, dan kadan menjadi dirinya sendiri sebagai komonitas kecil bahagia. Maka, bercanda dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, dengan bercanda yang kokoh menjadi lentur, yang garang menjadi tersenyum, yang angkuh menjadi cinta, yang marah menjadi bergairah, yang beku menjadi cair, yang keras menjadi lembut, yang deras menjadi pelan, dan semuanya bisa berubah dengan penuh kasih dan sayang.

Bercanda adalah mengisterahatkan hati, pikiran, obat kejenuhan, penawar kebosanan dan penghasil senyuman, bisa kita bayangkan dinginnya hubungan suami istri jika tidak diselingi gurau, suami yang sibuk dengan pekerjaan demi menjaga periuk dapur agar tidak terbalik, lalu istri, kalau ia tidak bekerja di luar rumah, kalau dia bekerja maka lebih-lebih, dengan rutinitas rumah yang tidak bisa dikatakan lebih ringan daripada suami, dalam kondisi seperti ini bagaimana rasanya hubungan keduanya jika tanpa canda dan gurau?

كُلُّ شَىْءٍ لَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ : مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ ...
Segala sesuatu yang dilakukan dan tidak mengingat Allah adalah permainan dan gurauan, kecuali empat hal : adalah laki-laki mencandai (bergurau) istrinya…….

www.Halimizuhdy.blogspot.com
Salam hangat bersemangat
PURNAMA HITAM

Awalnya berkenalan
Lalu berteman
Bersahabat
Kadang menjadi kekasih
Bisa juga menjadi saudara, musuh, guru, raja, ibu, bapak, dan sebagainya
Kemudian terserah saya, kamu, dia atau mereka…

Desember 2009

Djibril Ahmad

NAFSU

Tak dapat dibendung
jika ia telah bergabung
dengan para dedengkotnya

gunung pun dirobohkan
demi sebuah keinginan



hati,tertirai karena menoreh
bak pedang

pikiran,ternoda jika sudah mulai tergoda

tubuh,terkulai jika sudah berenang bersama dusta

nafsu,ia tak mengenal ampun
bagi siapa pun
karena ia hanya ingin untuk menang,dan berpesta!

nafsu menguasa,sudah biasa bagi para penikmat nama.
Nafsu harta,jika alam membisu memberikan ia kuasa.

Kecuali iman di dada,nafsu menjadi pembantu




Harga Sebuah ‘Rangzen’ di Tibet

“Bahwa aku tidak bahagia sebenarnya tidak begitu penting. Aku hanya seorang perempuan. Semua ibu yang mengirimkan anaknya juga mempunyai masalah. Oleh karena itu, keinginan terbesarku adalah kemerdekaan negeri Tibet. Kemudian tanah air kita ini akhirnya bisa memberikan kesempatan sebuah masa depan bagi anak-anak”, dari seorang ibu dari Tibet (hal; 83). Cuplikan kalimat tersebut sedikit dari pengharapan yang sangat dari para wanita (baca: ibu khususnya) dan jamak masyarakat Tibet mengenai kebebasan (rangzen).
Pasca melihat foto-foto anak-anak Tibet yang mati kedinginan yang kebetulan ditemukan oleh pendaki gunung diperbatasan antara Tibet dan Nepal di sebuah majalah, oleh Maria Blumencron (Zazie) wanita berkebangsaan Austria (asli Wina-Vienna) mantan aktris film di sebuah serial televisi yang selanjutnya menjadi inisiator, obsesiator, sekaligus sutradara film dokumenter (2000) mengenai nasib anak-anak Tibet yang dikirim oleh orangtua mereka ke pengungsian untuk tinggal dan dibimbing langsung Dalai Lama ke-14 di Dharamsala (India), kemudian Zazie menuangkan puzzle-puzzle kisah tak tersentuh tersebut dalam sebuah catatan (buku, 2003).
Pemeran utama kisah perjuangan panjang nan nyata-heroik ini ialah 6 bocah dari Tibet; Pema Kecil (gadis kecil 7 tahun dari Provinsi Kham), Tamding (anak laki-laki 10 tahun dari Provinsi Amdo), Chime (gadis kecil 10 tahun dari Tibet Barat), Dolker (adik perempuan Chime, 7 tahun), Dhondup (anak laki-laki 8 tahun putra seorang dokter Tibet), Lhakpa (anak perempuan berumur 10 tahun berasal dari keluarga pengembara), dan Lobsang (biksu berumur 15 tahun asli Provinsi Amdo), serta Nima Sang pemandu yang berhati emas, ditambah dengan Dhamchoe, Suja, Pema Besar, Sotsi, Tempa, Currasco, Si Gigi Emas, Yeti, dan Sang Pelajar.
Mereka berenam adalah miniatur yang benar-benar mini mewakili sosok empiris para pengungsi yang terekam jejaknya oleh dunia luar tentang wajah lain dari keelokan dan kedahsyatan cerita-cerita yang melingkupi misteri Himalaya, karena sebelumnya telah terkubur megahnya kedigdayaan RRC hari ini. Secara fisik dan mental mereka belumlah dikatakan layak untuk melintasi pegununggan Himalaya yang begitu bengis dan sinis bagi siapapun, layaknya neraka kematian karena begitu ekstremnya cuaca maupun medannya yang berselimutkan es abadi, diantara ngarai curam, sungai gletser, badai salju, bintang buas, dan Tangan Tuhan.
Namun, diujung pangkal keputusasaan para orangtua mereka berenam, terbitlah matahari harapan terbesar dan terakhir yang mereka punya, tak lain tak bukan dengan mengirimkan buah hati mereka bersama pemandu terpercaya, handal, penuh kasih sayang dan bertanggungjawab menuju Dharamsala guna mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari para guru asli Tibet dengan bahasa ibu sendiri dan tumbuh besar dalam kebudayaan Tibet, setiap malamnya bisa kenyang sebelum tidur, terutama sekali untuk mewujudkan rangzen bersama pemimpin tertinggi Tibet, yakni Yang Mulia Dalai Lama ke-14 pernah berkata: “Jangan pernah menyerah! Apa pun yang terjadi, jangan pernah menyerah…Nepal, 10 April 2000”, (hal; 193).
Penaklukan Himalaya yang berdiri kokoh (lebih 6.000 meter) diatas permukaan laut itu lebih dari sekedar lukisan luapan emosi kepuasaan ego seorang pendaki sejati atau ketangguhan fisik, kelengkapan peralatan, perbekalan semata para penakluknya dari yang awam atau kawakan, dari yang kecil hingga dewasa, tetapi juga bagaimana Pema Kecil dkk, menaklukkan diri sendiri, entah itu berupa trauma masa lalu, kerinduan pada keluarga, kampung halaman, sahabat, kebencian pada seseorang, meraih mimpi-mimpi diantara ancaman moncong senjata tentara dan polisi China-Nepal serta intaian para mata-mata yang kelaparan. Padahal para ibu mereka berenam juga tahu resikonya, bahwa apakah nantinya mereka bisa bertemu dan berkumpul lagi suatu saat nanti itu merupakan harapan selanjutnya, setelah tahu anak-anak mereka selamat pelarian dari Tibet dan penaklukan Himalaya, belajar menjadi orang Tibet sesungguhnya, dan mampu mewujudkan cita-cita mereka menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh.
“Pada awal perjalanan pengungsian kami tidak saling ramah terhadap satu sama lain. Tapi, kemudian Pema Kecil bertanya kepada kami, apakah kami mau sebagian dari buah-buahannya. Dan begitulah kami menjadi teman. Dan saat aku merindukan mama dan papa, aku membuat orang lain menangis. Yang lainnya juga menangis saat mereka merindukan papa dan mama mereka-di malam hari”, Dhondup (hal; 157). Pada akhirnya uraian air mata, pengorbanan perasaan tak terhingga orang tua dan anak, harta, tenaga demi masa depan gemilang terbayar lunas di Dharamsala. Adalah Zazie-Maria yang mampu memberikan sentuhan keibuannya pada keenam anak angkatnya dari Tibet yang berawal dari salam khas Tibet: “Tashi Delek”. Selanjutnya mereka berenam mampu tumbuh dan berkembang di Tibetan Children’s Village Dharamsala, desa anak-anak pertama yang dibangun Yang Mulia Dalai Lama dengan bantuan kakak perempuannya Tsering Dolma awal tahun 60-an.
Segera setelah berhasilnya pengungsian Dalai Lama (1959), pengungsian anak-anak pertama dari Tibet masuk ke India. Banyak dari mereka yang harus melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana orangtua mereka dibunuh dengan kejam oleh orang-orang China. Lalu datanglah saat kelaparan besar melanda Tibet, yang mendorong seluruh keluarga besar pengungsi melalui perbatasan Himalaya. Tetapi, pada masa itu pun sudah sulit bagi orang-orang dewasa untuk membangun sebuah kehidupan di negara berkembang yang padat penduduknya seperti India. Lalu mulailah, hanya anak-anak yang dikirim menuju sebuah masa depan yang lebih baik. Dengan cepat Dalai Lama muda menyadari bahwa harus ada prasarana dibuat untuk anak-anak, sebuah tempat di mana mereka dapat tinggal dan bersekolah. Saat Tsering Dolma (1964) meninggal dunia akibat penyakit kanker, Jetsun Pema, adik perempuan Dalai Lama, mengambil alih pemeliharaan ratusan anak-anak pengungsi diusianya yang ke-24 (hal; 293-294).
Hari berganti hari, film dokumenter ini mendapatkan penghargaan di berbagai ajang film nasional dan internasional, berbanding lurus dengan ocehan, nyanyian Pema Kecil dkk, yang asyik bermain batu aupo. Walaupun di Jerman sendiri film dokumentasi biasanya diputar di televisi larut malam sehingga mayoritas warganya sudah terlelap.
Alangkah semakin mesranya pembaca dengan Pema Kecil dkk ini lebih dalam lagi selanjutnya, jika tersedia glosarium mumpuni untuk ber-tashi delek tentang budaya Tibet dan sekitarnya dari bahasa ibunya, atau setidaknya bahasa universal, guna memberikan gambaran yang utuh dan kabar teraktual dari kaki Himalaya pada masyarakat dunia. Namun, hadirnya buku ini minimal memberikan sebuah pemahaman besar bahwa harga kebebasan (rangzen) di Tibet itu teramat mahal untuk dibayar para anak-anak.


Judul buku: Escape Over The Himalayas
(Diterjemahkan dari Fluch uber den Himalaya, Tibets Kinder auf dem Weg ins Exil)

Penulis: Maria Blumencron
Penerjemah: Siska Isabella

Penerbit: Imania, Jakarta

Cetakan: I, Oktober 2009

Tebal: xiv+319 halaman


Junaidi Abdillah