www.wikipedia.com

Friday, August 28, 2009

KEBAHAGIAAN YANG DINANTI


Halimi Zuhdy

(I)
Kebahagiaan akan kamu dapatkan, jikalau kamu selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang kemudian kamu dapat menuntaskannya. Elizabeth Cady pernah mengatakan, “aku selalu sibuk, mungkin itu alasan kenapa aku selalu sehat”. Dan Margaret Thacher juga mengatakan, “ Lihatlah sebuah hari pada saat kau merasa puas di akhirnya. Yaitu bukan hari pada saat kau berkeliaran tanpa melakukan apa-apa, namun hari pada saat kau punya banyak kegiatan dan telah melakukannya”.
Jikalau ingin mendapatkan kebahagiaan disaat kau dalam kesusahan, maka berbahagialah ketika temanmu mendapatkan kebahagiaan dan beranikanlah untuk mengucapkan “selamat” kepadanya mekipun itu mungkin sangat berat bagimu dan merupakan pesaingmu, karena dengan itu hatimu akan bebas tanpa beban, dan melayang menemui hati kecilmu. Berbahagialah dengan kebahagiaan temanmu dan bersedihlah jikalau temanmu bersedih, namun tersenyumlah selalu jika kau mendapatkan kesedihan, karena dengan tersenyum kesediahanmu akan berusaha hilang sedikit-demi sedikit.
(II)
Kebahagiaan akan kau dapat selalu, jika kau mampu memahami dirimu. Dirimu yang terkadang inkonsisten terhadap prinsip, egois menyikapi masalah-masalah yang sebenarnya bukan sebuah masalah yang serius, pengecut dalam bertindak, dan bahkan menghianati dirimu sendiri.
Untuk memahami dirimu, diantaranya adalah ingatlah akan Tuhanmu [dzikir] dalam keadaan apapun, karena ia [dzikir] mampu mengendalikan dirimu baik dari egois, inkonsisten, kekejian dan lainnya. Ia adalah kontrol yang cukup dahsyat. Sesungguhnya berdzikir adalah kontrol bagi dirimu dari kemaksiatan karena dengan berdzikir berarti kamu mengingat sang Pencipta yang paling membenci kemaksiatan, sedangkan Tuhanmu adalah segala-galanya. Bagaimana kamu akan melakukan maksiat, sedangkan kamu ingat akan kekuasaannya, siksanya dan rahmatnya.
Juga, bersihkan dirimu dari segala kemaksiatan dengan menterjamah wuduk sebagai aktifitas pembersikan. Misalnya engkau membasuh muka niatkanlah untuk membersihkan matamu dari kemaksiatan, hidungmu dari menghirup hal-hal yang penuh dengan keburukan, mulutmu dari mengucapkan keburukan-keburukan, dahimu dari kebersujudanmu pada materi. Demikian juga ketika engkau membasuh kepala niatkanlah untuk membersihkan dari pikiran-pikiran kotor, tanganmu dari memegang hal-hal yang bukan hakmu, bukan kekuasaanmu, tidak serakah dan memamfaatkan untuk sesuatu yang tidak baik. Demikian juga kakimu, niatkan untuk membersihkan langkah-langkahmu dari jalan yang salah.
Setelah berniat untuk membasuh dan mensucian akan segala perbuatan-perbuatanmu yang dapat menghalangimu untuk menuju padanya [bermaksiat], maka niatkan pula untuk tidak melakunkannya kembali. Betapa indahnya jika wuduk bukan hanya dijadikan aktifitas formal, tapi diniatkan untuk menjaga kotornya anggota badan dari maksiat. Menjaga diri untuk tidak tersentuh hal-hal yang dapat membatalkan wuduk-itu secara formal- seperti menyentuk kemaluan [yakni tidak berzina dan menjaga hubungan agar tidak masuk kedalamnya], tidur dengan tidak teratur [yakni hilang dari engingat Allah], mengeluarkan sesuatu dari dua lubang yaitu kemaluan dan anus [yakni mengeluarkan sesuatu yang tidak pantas untuk dikeluarkan, seperti berkata kotor, memfitnah, ghibah dan lainnya. Iatulah mungkin makna dari pembersihan, dengan berwuduk. Meskipun dalam wuduk yuang dibersihkan adalah anggota badan namun dampaknya pada rohani cukup dalam. sehingga orang yang sering berwuduk [mebersihkan diri] maka ia akan mencapai kemulyaan. Mengapa? Orang yang punya wuduk selalu ingin menjaga wuduknya dengan tidak menyentuh hal-hal yang membatalkan atau tidak melakukan-sesuatu yang dapat membatalkan wuduknya. Seperti ia menjaga dari perempuan selain mahramnya, karena jika ia menyentuh perenpuan selain mahramya maka wuduknya batal. Jika menjaga dari itu maka dia tidak akan menyentuhnya. Demikian juga ia takut lupa pada Allah sehingga selalu berdzikir, dengan tidak melupannya meskipun dalam kondisi tidur.
Luarbiasa Islam memberikan pelajaran pada manusia. !!!
(III)
kebahagiaan yang sebenarnya adalah jika ia menemukan dirinya dalam segala kondisi.
(IV)
Islam selalu menganjurkan untuk selalu memotivasi diri dan meningkatkan diri, seperti arti Syawwal [peningkatan]. Artinya umat Islam dalam setiap harinya dan setiap waktunya harus lebih baik dari sebelumnya. Sebagai mana sabda Rasul saw barang siap yang hari ini lebih lebih baik dari hari kemaren maka ia beruntung, dan barang siap yang hari ini sama dengan hari kemaren ia merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemaren maka ia dila’nat. sebuah motivasi yang luar biasa, yang diungkapkan beberapa abad silam. Dan selain itu, pekerjaan apapun yang kita lakukan harus baik dan berkualitas, Rasul bersabda “ Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan pekerjaan dengan professional (baik). Dan tidak menyia-nyiakan waktu, ia melakukan sesuatu dengan penuh dengan pertimbangan dan berasas mamfaat. Seperti Sabdanya “ Termasuk kebaikan islamnya seseorang jika meninggalkan sesuatu yang tidak bermamfaat”.
(V)
Sesuatu yang sedikit akan menjadi banyak jika dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Sebenarnya, manusia yang ditimpa kemalasan ia merasa tidak pernah punya waktu untuk melakukan sesuatu. Ia bisanya hanya mengeluh, dan dengan alasan selalu sibuk menyelesaikan ini dan itu. namun pada kenyataannya, ia tidak dapat memperoleh sesuatu kecuali capek dan penyesalan. Mengapa? Ia karena ia tidak sabar dalam melakukan aktifitasnya disamping tidak mempunyai planning yang jelas dalam hidupnya. Sehingga hidupnya hanya mengalir tanpa memberi bekas apapun.

TEMBANG CINTA


Halimi Zuhdy

Seringkali kita saksikan berbagai pertunjukan tembang-tembang cinta untuk Rasul saw, dengan berbagai apresiasi, ekspresi dan aksi, bahkan akhir-akhir ini ritme-ritme musik yang mengirinya cukup bervariasi baik dari kelas bawah (tradisional) dengan menggunakan hadrah, sampai kelas atas (modern) yang tidak ada bedanya dengan musik-musik rock, jaz, pop dan rock ‘n roll seperti menggunakan dram, gitar, piano dan lainnya. Ada juga, entah, kelas apa namanya yang tidak menggunakan alat-alat musik, mereka hanya asyik masyuk dengan suara-suara merdunya.
Saya sendiri cukup kagum dan merinding ketika mereka asyik menembangkan, melagukan, mendendangkan lagu-lagu cintanya pada sang Rasul saw, dan memang seharusnya ungkapan-ungkapan itu terus mengalir dari umatnya, karena ia adalah manusia luar biasa yang harus diteladani, disanjung dan bahkan seluruh aktivitasnya terekam dalam jiwa-jiwa mereka.
Suatu hari Urwah AL-Tsaqafi, salah seorang utusan Makkah melaporkan kepada kaumnya, “orang Islam itu luar biasa! Demi Allah, aku pernah menjadi utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung kepada Kaisar, Kisra, dan Najasi. Demi Allah, belum pernah aku melihat sahabat-sahabat mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika ia meludah, ludahnya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara mereka. Ia usapkan ludah itu kewajahnya dan kulitnya. Bila ia memerintah, mereka berlomba melaksanakannya; bila ia hendak berwudhu, mereka hampir berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya. Bila ia berbicara, mereka merendahkan suara di hadapannya. Mereka menundukkan pandangan di hadapannya karena memuliakannya (shahih Bukhari 3 :255). Dan dalam peristiwa lain, Ummu Sulaym menampung keringat beliau pada sebuah botol, sedangkan beliau dalam keadaaan tidur, dan setelah bangun, Nabi Saw bertanya, “apa yang kamu lakukan wahai Ummu Sulaym?” ia menjawab, “Ya Rasulallah, kami mengharapkan berkahnya buat anak-anak kami.” Mendengar, Nabi Saw. Bersabda, “Ashabti, Engkau benar (Musnad Ahmad 3 : 221-226)
“kultus individualkah” yang dilakukan mereka? Atau bahkan syirk? tanyakanlah pada nurani kita masing-masing, sedangkan beliau tidak pernah menegur apalagi melarang sahabat yang melakukan demikian, bahkan ia menganjurkannya. Ketika Majnun mencium dinding rumah layla, Ia menciumnya karena kecintaannya, ia tidak menyekutukan Tuhan. Ketika seorang perempuan mendekap pakaian suaminya yang meninggalkannya dan membasahinya dengan linangan air mata, ia tidak terlibat dalam perbuatan syirk. Ia sedang mengekspresikan kerinduannya pada suaminya.
Cinta yang tulus tidak dapat disembunyikan. Cinta yang sejati merindukan bukti. Apakah kita akan menyalahkan mereka yang meraung-raung menangis, meronta-ronta sambil bersalawat, berjingkrak-jingkrak sambil mengalirkan air mata, mengayun-ayunkan kepala, badan dan tangan untuk mengekspresikan kecintaanya. Selama di sana ada cinta maka di sana pulalah berbagai macam ekspresi dan aksi akan terungkap.
Dan di antara bukti kecintaanya padanya adalah mengenang dan memuliakan, atshar, yakni apa saja –peristiwa, tempat dan waktu- dengan apa yang ia lakukan. Dan nikmat menyebut namanya –bersalawat-, gemetar mendengar alunan-alunan pujian padanya, dan ia tidak pernah bosan melantunkan nama-namanya yang mempesona –Muhammad- itulah nama pribadi yang menggetarkan jagat raya, memadamkan api kisra yang menyala berabad-abad, meruntuhkan tembok-tembok perkasa ketika tampak cahaya kelahirannya. Karena mereka tahu Nabi Saw. Adalah kekasih Tuhan, yang tanpa dia tidak akan diciptakann alam semesta ini. Semuanya menjadi kecil, jika namanya menguap ke berbagai sudut dan sendi-sendi peradaban. 

NAWAITU...

Kiss of The Ramadhan

Never ending

Never forgotten

Never alone


Full love

Full magfiroh

Full hikmah

Always shoum

Always lailatul qodar

Always waiting for kiss you
…Now and here after

Thank you very much God!

Chamber Green, 02 Romadhon 1430 H

J.Abdillah


Tuesday, August 18, 2009

MENIKMATI HIDUP


Halimi Zuhdy

orang di mana-mana mencari kenikmatan dan kepuasan dirinya, nikmat itu sendiri adalah kepuasan, ketika orang merasa puas maka ia akan merasakan nikmat. Untuk meraih kenikmatan terkadang orang berani mengorbankan kehormatannya, hartanya dan lainnya.
Kenikmatan sering diedentikkan dengan kekayaan harta yang melimpah ruah segala apa yang dibutuhkan berada dihadapannya, tingginya pangkat agar dihormat oleh banyak orang, istri yang cantik, rumah mewah, kendaraan yang paling cangging dan modern. Ia tidak pernah melihat bahkan menutup mata, bahwa kenikmatan tidaklah berasal dari itu semua, namun kenikmatan haqiqi apabila dia merasa cukup terhadap apa yang ia dapatkan. Jika besarnya rumah dibuat setandar kenikmatan, bagaimana dengan Rasulullah yang rumahnya kecil terbuat dari pelapah kurma, sedangkan Rasul tidak pernah merasakan malu, minder, sumpek dan bosan memiliki rumah seperti itu, bahkan ia bersabda, Baity jannaty, rumahku adalah surgaku.


Rumah yang sempit, tidaklah selalu mengindikasikan sempitnya kenikmatan dan sempitnya jiwa. Jika ukurannya nikmat hanyalah besar dan mewahnya rumah, betapa banyak orang yang merasa nikmat dengan rumahmya yang kecil, namun keluarganya penuh dengan bunga-bunga keindanhan dan kenikmatan, dan betapa banyak orang-orang yang memiliki rumah mewah dan megah, namun tidak pernah merasakan kenikmatan, selalu bertengkar dengan istrinya setiap hari karena hanya persoalan yang sepele, dibenci tetangga karena pembatas tembok yang menjulang.

Hidup Bukan Untuk Diri Sendiri
Merasa terganggu, itu terkadang yang aku rasakan ketika aku harus konsentrasi untuk melakukan pekerjaan, yang menurutku mendesak dan harus selesai dengan waktu tertentu. Tetapi, seringkali, ketika aku harus membaca, menulis, kontemplasi selalu ada cobaan untuk membuyarkan konsentrasi saya, dan pekerjaan terlambat dan tidak sesuai dengan harapan (waktu yang ditentutan), karena ada pekerjaan lain yang harus aku lakukan. Kadang aku merasa mangkel, jengkel, dan merasa tidak akan pernah cerdas dan sukses kalau hal selalu terjadi. Ketakutan-ketakutan itu mungkin wajar, bagi orang seperti saya (sebagai mahasiswa) yang selalu ingin belajar dan belajar. Tapi, hal itu bisa tidak menjadi wajar, jika hal tersebut berlarut-larut untuk saya pikirkan sehingga menggangguku untuk menjadi kreatif dan prosuktif.
Kemudian, saya berfikir bahwa kesuksesan itu adalah perspektif, ada yang merasa sukses jikalau ia sudah menerbitkan buku, ada yang mersa sukses jika ia sudah dapat membahagiakan orang lain meskipun dirinya tidak terlalu banyak diuntungkan, ada yang merasa sukses dengan sekedar apa yang dapat diberikan pada orang lain, ada yang merasa sukses jika dapat memberikan taushiyah pada orang lain dan ia senang menerima tausiyah itu, ada yang mersa sukses dengan kesibukannya di ladang, di kontor, di bank meskipun konstribusinya pada masyarakat tidak tampak. Itulah, maksud saya bahwa kesuksesan itu perspektif.
Abu bakar dan Umar misalnya, keduanya adalah sahabat Rasulullah yang cukup disegani dan dihormati, dia menjadi tokoh panutan setelah Rasulullah meninggal dunia. Keduanya, merasa sukses ketika dapat bersanding dengan Rasul, mengembirakan orang lain, dan dapat membantu orang-orang faqir. Dengan seperti itu beliau sudah merasa nikmat. Ada yang merasa nikmat dan sudah menjadi makanan setiap hari, yaitu menulis. Ini bagi orang-orang yang doyan menulis, seperi Azyumardi Azra, Cak Nun, Cak Nur, Kunto Wijoyo, Komaruddin Hidayat dan lainnya. Mereka menikmati hari-harinya dengan membaca dan menulis. Ada yang menikmati hari-harinya sebagai da’I, sehingga tidak sempat untuk menulis apa yang ia bicarakan. Imam Syafi’e, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Ibnu Taimiyahi dan tokoh-tokoh sekaleber dia, mereka mampu berbicara dimana-mana dengan lugas dan tangkas, sehingga diburu oleh jamaah, untuk mendengarkan ceramah-ceramah beliua, namun mereka tidak hanya mencukupkan dengan berbicara. Akan tetapi, keproduktifitasnnya diakui dengan merangarangnya beberapa kitab yang samapi sangat ini menjadi rujukan oleh umat Islam.
Terkadang saya berfikir apalah arti hidup, jika saya tidak bermanfaat bagi orang lain. Mereka pada masa hidupnya, bermanfaat bagi orang lain, dan setelah wafat juga kemamfaatannya masih juga dirasakan oleh banyak orang. itulah berkat ketekunan, kesabaran, dan keproduktifitasannya. Mereka selain produktif, juga ahli ibadah bahkan masuk pada jajaran sholihin. Betapa nikmatnya hidup bagi mereka, yang antara hubungan fertikal dan horizontal tidak pernah lepas.






17 Agustus 2009

MENGGENDONG INDONESIA

Aku hanya ingin membuatmu bangga
Berdiri sejajar diantara bendera pusaka dunia lainnya
Meski aku tak sempat mencium aroma berani-sucimu sejak proklamasi ditakdirkan 64 tahun lalu
Atau memanggul kekeramatanmu diantara perisai takbir dan bambu runcing persis yang dikisahkan kakekku dirumah 
Karena aku belum lahir saat itu 

Bal, aku percaya kamu bukanlah sekedar kain yang berwarna merah dan putih
Lebih dari itu, engkau adalah sebuah ‘Jimat Jamrud Katulistiwa’ di Bumi Bhinneka Tunggal Ika 
Tunggu aku di gerbang itu…!
Tunggu aku sejenak melipat sang saka merah-putih ini dulu

17.08.09

Djibril Ahmad


ADA CINTA DI FACEBOOK

Halimi ZUhdy

Berkelana dalam dunia maya
Bak menyibak sejuta pusaran makna
Yang tersimpan rapi dalam juram samudera
Kadang bertemu mutiara yang berkilauan
Indah, indah sekali
Tapi, kadang berdendang dengan karang yang keras
Mencabik-cabik tubuh, darah segar berhamburan

Dua tahun terakhir ini kita seakan-akan terhipnotis oleh sebuah jejaring yang mampu membuat seseorang terekstasi di kursi berjam-jam, terperangah, tertawa, menangis dan berteriak. Bahkan hati melompat begitu jauh melampaui samudera Hindia, pikiran terbang seperti kilat, tubuh kaku dengan tangan terus mengoceh mouse dan keyboard.



Sayup-sayup saya mendengar situs ini dari mulut kemulut, begitu ramai dibicarakan di warung, pasar, supermarket, kampus bahkan di jalan-jalan! Kiranya ada apa dengan situs ini, apa mungkin ada uang seabrak atau gambar yang menghebohkan, atau dapat hadiah yang sangat besar jika sudah membuka atau berintraksi!

Agar hati dan pikiran tidak selalu berdialog, saya mencoba untuk melihat lebih dekat. Tangan saya mulai menari-nari di atas keyboard, pikiran saya konsentrasikan pada 8 huruf, saya masukkan huruf demi huruf di google, beberapa detik berikutnya bermunculan ribuan bahkan jutaan kata-kata itu, FACEBOOK luar biasa. Semakin teranglah sayup-sayup itu, nyata! Kemudian saya membisikkan rasa pada prasaan saya, ini nyata di dunia maya, ya ada kenyataan dalam kemayaan. Kadang, hanya perasaan yang membuat maya, tapi pada kenyataannya ”nyata” selalu ada dimana-mana, bahkan di dunia paling maya pun, ada kenyaan. Dan ini merupakan rahasia yang sangat rahasia, hanya orang yang punya kesaktian mampu menemukan ini. Ayo siapa?

Dialog itu saya selesaikan, pikiran dan hati pun tak lagi berdebat! Tinggal tangan ini yang sibuk dari satu huruf kehuruf lain, tuk lebih jauh memahaminya dan menjadi bagian darinya. Oyeee! Saya sudah menjadi satu dari berjuta-juta orang yang lebih dahulu terhipnotis! Bebera hari kemudian saya semakin jauh berkelana di dunia 8 kata itu, sahabat-sahabat saya semakin bertambah, dua minggu kemudian teman saya sudah mencapai tujuh ratus lebih! Dahsyat. Semakin saya masuk, semakin tersaya ada yang lain, semakin saya terbang angin semakin kencang, semakin jauh saya berlari tubuh semakin lunglai, bahkan meng-gulai. Gak tahu kenapa!

Tiba-tiba hati nuraniku (fuad) membisikkan sesuatu pada hatiku (qolb), kemudian keduanya meneriakkan sesuatu he!!! Ma hadfuka li hadza (apa tujuan kamu bermain-main dengan ini). Pikiran pun bergerak, bergerak dan bergerak, sehingga saya menukan cinta, yang saya harus berikan pada sahabat-sahabatku. cinta yang lahir dari gerak hati dan pikiran, cinta yang lahir dari gerak dan kematian, cinta yang muncul dari maya dan kenyataan. Ya..cinta!

Rohku yang berbalut jasad pun terbang ke berbagai dunia mencari teman-teman, yang sekiranya bisa berbagi cinta, cinta yang tidak berlabuh dalam angkara, cinta yang tidak bermuara pada syahwat belaka, cinta yang tidak hanya menuhankan nafsu. Tapi cinta yang dipenuhi dengan keindahan, keramahan, bahkan bernostalgia dengan keimanan, ketakwaan dan menuju haqiqat cintanya.

Tiba-tiba saya disadarkan dengan berbagai teman dan dari berbagai group yang bernuansa cinta, cinta untuk selalu mendekat kepada-Nya. Akhirnya aku benar-benar menumukan cinta walau di dunia maya. Cinta pun menjadi kenyaan walau tak tampak, karena awalnya cinta adalah maya yang kemudian bersua lewat gerak dan bernostalgia nyata :hatiku tiba berkata ”temukan hikmah dimana pun, walau dari dubur babi” dan ”temukan cinta tuk selalu mendekat pada-Nya, walau dengan dunia Maya”.

Silahkan berfacebook ria, tapi niat harus ditata dengan baik, jika tidak mampu menata niat dengan baik, waktu kita terbuang dengan sia-sia, dan Allah paling membenci orang yang menyia-nyiakan waktu.

Gasek, 17 Mei 2009

LOVER'S


6/8/9 UNTUK RENDRA

Ikhlaskanlah hatimu Rendra
Sudahlah, jangan engkau pikir
Bangsa yang engkau cintai ini
Jangan lagi ada air mata kekecewaan
Karena engkau tahu 

Biarlah bangsa ini berpikir sendiri 
Masih banyak pemikir-pemikir yang mencoba untuk berpikir 
Berpikir untuk dirinya dan kemudian untuk bangsanya

Terimakasih Rendra
Atas pikiran yang tidak sempat bangsa ini pikir
Karena engkau juga tahu 
Bahwa sesungguhnya bangsa ini tidak bisa berpikir  


Oleh: Ical-SuraMadu
(7/8/9=22.58 WIB)



 Nama:
WS Rendra
Nama Lengkap:
Willibrordus Surendra Broto Rendra
Nama Terakhir:
Wahyu Sulaiman Rendra
Lahir:
Solo, 7 Nopember 1935
Meninggal:
Jakarta, 6 Agustus 2009
Agama:
Islam

Istri:
- Sunarti Suwandi (Nikah 31 Maret 1959 dikaruniai lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Cerai 1981)
- Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat (Nikah 12 Agustus 1970, dikaruniai empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati. Cerai 1979)
- Ken Zuraida (dikaruniai dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba).

Pendidikan:
- SMA St. Josef, Solo
- Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
- American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967)
Karya-Karya
Drama:
- Orang-orang di Tikungan Jalan 
- SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor
- Oedipus Rex
- Kasidah Barzanji
- Perang Troya tidak Akan Meletus
- dll
Sajak/Puisi:
- Jangan Takut Ibu
- Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
- Empat Kumpulan Sajak
- Rick dari Corona
- Potret Pembangunan Dalam Puisi
- Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
- Pesan Pencopet kepada Pacarnya
- Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
- Perjuangan Suku Naga
- Blues untuk Bonnie
- Pamphleten van een Dichter
- State of Emergency
- Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
- Mencari Bapak
- Rumpun Alang-alang
- Surat Cinta 
- dll
Kegiatan lain:
Anggota Persilatan PGB Bangau Putih
Penghargaan:
- Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957)
- Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
- Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975) 




   
   
  W.S. Rendra (1935-2009)
Kepiawaian Si Burung Merak


Sastrawan WS Rendra meninggal dunia di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis 6 Agustus 2009 pukul 22.10. Ia menderita penyakit jantung koroner. Dimakamkan setelah shalat Jumat 7 Agustus 2009 di TPU Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok.

 

Sebelumnya, ia dirawat di Rumah Sakit Cinere sejak 25 Juni. Namun, karena kondisinya tak kunjung membaik, Rendra lalu dirujuk dirawat di RS Harapan Kita di Jakarta Barat, sebelum akhirnya ke RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading.

 

***

 

Meski usianya 70-an tahun, kepak sayap si penyair berjuluk "Si Burung Merak" ini masih kuat dan tangkas. Suaranya masih lantang dan sangatlah mahir memainkan irama serta tempo. Kepiawaian pendiri Bengkel Teater, Yogyakarta, ini membacakan sajak serta melakonkan seseorang tokoh dalam dramanya membuatnya menjadi seorang bintang panggung yang dikenal oleh seluruh anak negeri hingga ke mancanegara.

WS Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan teater. Menggubah sajak maupun membacakannya, menulis naskah drama sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya dengan sangat matang. Sajak, puisi, maupun drama hasil karyanya sudah melegenda di kalangan pecinta seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar negeri. 

Menekuni dunia sastra baginya memang bukanlah sesuatu yang kebetulan namun sudah menjadi cita-cita dan niatnya sejak dini. Hal tersebut dibuktikan ketika ia bertekad masuk ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada selepas menamatkan sekolahnya di SMA St.Josef, Solo. Setelah mendapat gelar Sarjana Muda, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di American Academy of Dramatical Art, New York, USA. 

Sejak kuliah di Universitas Gajah Mada tersebut, ia telah giat menulis cerpen dan essei di berbagai majalah seperti Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Basis, Budaya Jaya. Di kemudian hari ia juga menulis puisi dan naskah drama. Sebelum berangkat ke Amerika, ia telah banyak menulis sajak maupun drama di antaranya, kumpulan sajak Balada Orang-orang Tercinta serta Empat Kumpulan Sajak yang sangat digemari pembaca pada jaman tersebut. Bahkan salah satu drama hasil karyanya yang berjudul Orang-orang di Tikungan Jalan (1954) berhasil mendapat penghargaan/hadiah dari Departemen P & K Yogyakarta. 

Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, pria tinggi besar berambut gondrong dengan suara khas ini mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Memimpin Bengkel Teater, menulis naskah, menyutradarai, dan memerankannya, dilakukannya dengan sangat baik. 

Karya-karyanya yang berbau protes pada masa aksi para mahasiswa sangat aktif di tahun 1978, membuat pria bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, ini pernah ditahan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Demikian juga pementasannya, ketika itu tidak jarang dilarang dipentaskan. Seperti dramanya yang terkenal berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor dilarang untuk dipentaskan di Taman Ismail Marzuki.

Di samping karya berbau protes, dramawan kelahiran Solo, Nopember 1953, ini juga sering menulis karya sastra yang menyuarakan kehidupan kelas bawah seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya.

Banyak lagi karya-karyanya yang sangat terkenal, seperti Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak. Bahkan di antara sajak-sajaknya ada yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris seperti Rendra: Ballads and Blues: Poems oleh Oxford University Press pada tahun 1974. Demikian juga naskah drama karyanya banyak yang telah dipentaskan, seperti Oedipus Rex, Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan Meletus, dan lain sebagainya. 

Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya pada acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke 118 Mahatma Gandhi pada tanggal 2 Oktober 1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial International School Jakarta. Ketika itu penampilannya mendapat perhatian dan sambutan yang sangat hangat dari para undangan. Demikianlah salah satu contohnya ia secara langsung telah berjasa memperkenalkan sastra Indonesia ke mata dunia internasional.

Beberapa waktu lalu, ia turut serta dalam acara penutupan Festival Ampel Internasional 2004 yang berlangsung di halaman Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 22 Juli 2004. Dalam acara itu, ia menyuguhkan dua puisi balada yang berkisah tentang penderitaan wanita di daerah konflik berjudul Jangan Takut Ibu dan kegalauan penyair terhadap sistem demokrasi dan pemerintahan Indonesia. Pada kesempatan tersebut, lelaki yang akrab dipanggil Willy ini didampingi pengusaha Setiawan Djody membacakan puisi berjudul Menang karya Susilo Bambang Yudhoyono.

Prestasinya di dunia sastra dan drama selama ini juga telah ditunjukkan lewat banyaknya penghargaan yang telah diterimanya, seperti Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional pada tahun 1957, Anugerah Seni dari Departemen P & K pada tahun 1969, Hadiah Seni dari Akademi Jakarta pada tahun 1975, dan lain sebagainya.

Menyinggung mengenai teori harmoni berkeseniannya, ia mengatakan bahwa mise en scene tak lebih sebagai elemen lain yang tidak bisa berdiri sendiri, dalam arti ia masih terikat oleh kepentingan harmoni dalam pertemuannya dengan elemen-elemen lain. Lebih jelasnya ia mengatakan, bahwa ia tidak memiliki kredo seni, yang ada adalah kredo kehidupan yaitu kredo yang berdasarkan filsafat keseniannya yang mengabdi kepada kebebasan, kejujuran dan harmoni.

Itulah Rendra, si bintang panggung yang selalu memukau para penontonnya setiap kali membaca sajaknya maupun melakoni dramanya. ►atur-juka
 

======================

Rendra dan Ajaran Kepedulian 

DAHONO FITRIANTO 

"Dengan rasa hormat dan perasaan yang tulus, saya ucapkan terima kasih kepada Freedom Institute dan Keluarga Bakrie, yang dengan khidmat meneruskan cita-cita dan laku kebajikan almarhum Bapak Achmad Bakrie. Selanjutnya, saya juga mengucapkan simpati yang dalam kepada Keluarga Bakrie yang lagi terlanda musibah karena, tanpa diketahuinya, telah terseret dalam kemelut yang diciptakan oleh PT Lapindo Brantas, yang telah melakukan kesalahan fatal di dalam operasi eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumpur di Jawa Timur." 

Itulah kutipan pidato yang disampaikan Rendra sesaat setelah menerima penghargaan Achmad Bakrie Award 2006 untuk Kesusastraan di Hotel Nikko Jakarta, Jakarta, Senin (14/8) malam. Selain Rendra, dua tokoh lainnya juga menerima penghargaan dan hadiah uang yang jumlahnya sama, Rp 100 juta, yakni Arief Budiman untuk kategori Pemikiran Sosial dan Iskandar Wahidiyat untuk kategori Kedokteran. 

Pidato tersebut berbeda dengan naskah pidato resmi Rendra yang dicetak pada booklet acara malam itu, dan tentu saja membuat kaget seluruh hadirin. Bermacam-macam reaksi mengiringi kekagetan itu, ada yang tertawa ngakak, ada yang bertepuk tangan, tetapi ada juga yang diam saja. 

Bukan Rendra apabila dia tidak nakal dan aktual. Sebuah pidato penerimaan penghargaan yang seharusnya resmi dibacakan dengan gaya membaca puisi-puisinya—suara menggelegar dan intonasi khusus pada kata- kata tertentu yang membuat orang tercekat. Isinya pun nakal, menyentil langsung sang pemberi penghargaan yang kebetulan adalah salah satu pemilik perusahaan penyebab tragedi banjir lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, itu. 

Semua orang tahu bencana itu adalah masalah besar paling aktual yang terjadi di dalam negeri saat ini. "Tiga desa telah tenggelam dan tidak bisa dihuni lagi. Lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan terpaksa tutup dan menimbulkan masalah sosial ekonomi. Delta Sungai Brantas yang subur, yang proses pembentukannya berabad-abad melebihi usia peradaban manusia, hancur tertimbun lumpur untuk selamalamanya," papar Rendra puitis. 

Sentilan terhadap kelambanan penanganan tragedi yang dramatis tersebut dilakukan dengan halus dalam bentuk harapan. "Tetap saya yakin bahwa Keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan dalam hal ini. Keluarga Bakrie pasti akan mengerahkan segenap usaha untuk bertanggung jawab atas kecerobohan pekerja dan orang-orang di PT Lapindo Brantas." Kata "pasti" diucapkan Rendra dengan penekanan dan suara menggelegar. 

Itulah Rendra, penyair, sastrawan, aktor, dan sutradara teater kelahiran Solo, 7 November 1935. Dalam keterangan resmi Freedom Institute sebagai lembaga yang menyeleksi dan memutuskan penerima penghargaan ini, disebutkan bahwa Rendra terpilih sebagai penerima Achmad Bakrie Award 2006 karena dia telah menunjukkan jalan lain perpuisian Indonesia. 

Rendra disebut telah membuat sebuah pengecualian dalam arus utama perpuisian Indonesia modern yang didominasi sajak-sajak liris. Puisi Rendra adalah puisi yang naratif, berkisah, dan menggali segi-segi yang terabaikan oleh dunia persajakan Indonesia. "Membuat ia menempati posisi yang begitu unik, hampir seperti satuan tersendiri, dalam ranah sastra Indonesia," demikian penggalan bunyi pernyataan tersebut. 

Kepedulian terhadap dunia sekitarnya terekam dalam karya-karya Rendra. Simak beberapa karya besarnya, seperti puisi Sajak Sebatang Lisong (1978), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), dan Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta! (1970-an) atau karya-karya pementasan teater seperti Perjuangan Suku Naga (1975) dan Panembahan Reso (1986), sarat berisi kritik sosial terhadap berbagai hal yang terjadi di masyarakat pada waktu itu—yang kadang masih tetap relevan sampai sekarang. 

Tumbuhnya kesadaran 

Dalam pidato tertulis penerimaan Achmad Bakrie Award 2006, yang seharusnya ia bacakan, Rendra menuturkan, kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan di sekitarnya pertama kali dikenalkan kepada dirinya oleh seseorang bernama Janadi. "Mas Janadi menjadi guru pribadi saya sejak saya berumur 4,5 tahun," tutur penyair bernama asli Willybrordus Surendra Broto Rendra, mengenang masa kecilnya di Solo, Jawa Tengah. 

Pelajaran yang diberikan Mas Janadi dirumuskan dalam kalimat "Manjing ing kahanan, nggayuh karsaning Hyang Widhi" yang artinya kurang lebih: "masuk ke dalam kontekstualitas, meraih kehendak Allah". "Masuk dalam kontekstualitas itu bekalnya rewes (kepedulian) dan sih katresnan (cinta kasih)," papar pria yang akrab dipanggil Willy ini. 

Rendra juga diajarkan untuk menyadari landasan hubungan antarmanusia dalam konteks emansipasi individu yang digambarkan dalam kalimat "ananingsun marganira, ananira marganingsun" (aku ada karena kamu, kamu ada karena aku). Kalimat itu juga yang ia kutip malam itu untuk mengkritik Freedom Institute yang mendukung sistem perdagangan bebas. 

"Emansipasi individu yang peduli akan kesetaraan hak hukum, hak sosial, dan hak politik antarsesama manusia harus dengan kesadaran bahwa kekuasaan modal, distribusi, dan energi, tidak boleh dimonopoli oleh satu pihak dengan kebebasan yang romantis dan cengeng. Sebab, itu akan mengganggu kemaslahatan orang banyak." (Kompas, Rabu, 16 Agustus 2006)

Sumber:/www.tokohindonesia.com