www.wikipedia.com

Wednesday, November 26, 2008

PSIKOLOGI LIRIK 2

KEMBALI KE TIMUR

oleh: Ahmad Band

Datanglah Sebagai Dirimu Bawa Jiwa

Sanubari Yang Tak Terasa Butakan Hati

Iblis Berbentuk Manusia Butakan Hati

Mengajak Kita Untuk Berdansa Lewat Nada

Sejatinya Jiwa Tak Mati Dimakan Zaman

Kembali Ke Timur

Bukan Barat Yang Selalu Dituju

Pemadat Dijadikan Panutan

Bukan Al Gazali

Idiologi Setan Disebarkan

Menghimpun Massa Yang Lapar

Datanglah Sebagai Dirimu Bawa Nilai

Rasa Nurani Yang Hilang Tuntaskan Hati

Datanglah Sebagai Dirimu

Timur Yang Selalu Dituju

Jujur, kita sebagai mahasiswa hari ini layaknya jasad tanpa nyawa alias mati. Sebab pasca era aktivis mahasiswa 98’ yang sukses memperankan dirinya sebagai agen perubahan dan pengontrol kepincangan-kepincangan seluruh aspek kehidupan bangsa yang dimotori oleh rezim Orde Baru. Taji mahasiswa detik ini seakan tumpul digerogoti ulahnya sendiri yang lambat-laun kehilangan jati dirinya sebagai mahasiswa, anak bangsa, generasi penerus atau harapan terdepan masyarakat Indonesia.

Lirik diatas subyektif kami munculkan, itu lebih kepada bagaimana cara kami menawarkan solusi ringan kepada diri saya sendiri untuk mengawali sebuah langkah kecil untuk kembali ke trek sebenarnya yakni gerakan perubahan sosial nyata bagi diri, keluarga, lingkungan dan bangsa Indonesia khususnya.

Album yang bertitle “Ideologi, Sikap, Otak” karya Ahmad Band, yang digawangi oleh Ahmad Dhani (vocal/keyboard), Pay (Gitar), Bongki (Bass), Bimo (Drum) yang rilis saat reformasi 1998 ini terang-terangan menyerang kebijakan rezim Orde Baru dan ketimpangan-ketimpangan lainnnya. Dari tema dan cover album pun kita bisa menebak bahwa isi materi lagu yang dinyanyikan adalah kritikan tajam terhadap pemerintahan presiden Soeharto yang perkasa dan otoriter (32 tahun) membungkam kran kemerdekaan berpendapat rakyatnya sendiri yang berujung tumbangnya rezim ini oleh pendudukan mahasiswa dan rakyat Indonesia di gedung DPR/MPR 1998, sesuai dengan pendapat .

Namun kedikdayaan ilmiah mahasiswa lewat ide segar, karya cemerlang, akhlaqul karimah, serta kontribusinya seakan luntur, manakala kita lihat sekeliling kita sekarang. Dalam konteks UIN Malang, Mahasiswa baru selalu berkobar semangatnya saat OSPEK berlangsung hingga beberapa bulan kemudian, setelah itu mereka akan mulai terkontaminasi oleh lingkungannya yang miskin Ideologi, Sikap, dan Otak.

Miskin ideologi sebab ia gadaikan idealismenya dengan segudang fasilitas yang didapatnya dari orang tua, berupa uang berlimpah, pulsa full, kongkow atau cangkruk tanpa tema yang jelas namun, spesifiknya mendahulukan urusan perut daripada ngeces (Jawa: Mengisi) kognisi dan hatinya dengan teguk demi teguk pengetahuan dan agama. Akibatnya pengetahuan yang masuk terkadang hanya lewat begitu saja, ironisnya kita lebih barat dari orang barat sendiri, seperti saat wacana filsafat modernisme telah usang di Eropa ataupun Amerika, malah kita masih sibuk berdebat tentang hal basi itu. Padahal kita punya ideologi pribumi sendiri, entah manuskrip-manuskrip terdahulu yang masih relevan, layakanya Ihya Ulumuddin Al-Ghazali, Fihi Ma Fihi Ar-Rumi, Ilmu kedokteran Ibnu Sina, kitab-kitab Fiqih Imam Syafi’i, karya-karya Syekh Nawawi Al-Bantani yang lebih cocok di adaptasi di dunia Timur pun juga tak menutup kemungkinan di Barat. Al-muhafazhah ‘ala al-qadim ash-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah (memuliakan/mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik), dimana Islam datang sebagai rahmat untuk sekalian alam.

Artinya, ketika masuk UIN Malang dengan embel-embel Islamnya kajian tentang karya-karya abad pertengahan hingga penghujung abad 20 harus digalakkan, agar jurang pemisah peradaban tidak semakin melebar. Sebab, bagaimanapun juga, Barat sampai kapanpun tak akan mengakui Al-Qur’an dan Hadis sebagai rujukan utama yang mereka yakini kelimiahannya secara terang-terangan, kecuali mereka yang telah mendapat hidayah. Dan bukan berarti kita menutup mata dari karya-karya tokoh Barat, tetapi obyektiflah, jangan silau dengan Barat yang baru berumur satu abad lebih, dan bukan pula kita bernostalgia dengan zaman Islam berjaya di Bagdad, Andalusia, India, Turki, dan seterusnya. Namun lebih bagaimanapun Timur adalah Timur dengan berjuta mutiara tak tersentuhnya yang sesegera mungkin untuk digali, ditemukan, diangkat, dibersihkan, disepuh, disebarkan ke seantero jagad keindahannya, layaknya berlian termahal yang pernah ada. Apalad ked ked ked ked ked ked ked ke karena trauma atas monopoli gereja yang sewenang-wenang kepada ilmuwan yang berjasa menemukan teknoligi baru, dimana agama dijadikan kedok untuk memberangus arus yang melawan ketetapan gereja. Dan hal itu tidak pernah terjadi dalam sejarah peradaban Islam.

Miskin Sikap terjadi, karena panutannya bukan Al-Ghazali kata Ahmad Dhani, faktanya poster Bob Marley lebih menghiasi kamar kita dari pada Bung karno, Jendral Sudirman, Pangeran Diponegoro ataupun tokoh lokal daerah kita. Pokoknya yang berbau luar negri kita anggap The Best dan Perfect dari pada produk bumi pertiwi, entah mengapa?. Akibatnya, kita ataupun saya juga lupa apa isi sumpah pemuda 1928 yang menggegerkan dunia itu. Dan kita tak perlu marah ketika keris, batik, reog, tempe diklaim milik negara lain, lha wong pemudanya malu pakai batik sendiri atau menunjukkan pada dunia identitas sosial bangsanya, kasep!. Padahal kita pun tahu, bahwa ujung tombak perubahan zaman adalah pemuda-pemudi bangsa itu sendiri.

Miskin otak, sangat nampak, bisa kita lihat buktinya di perpustaan pusat kampus, mahasiswa-mahasiswi berbondong-bondong masuk perpus jelang UTS dan UAS atau tugas harian. Apalagi cara lebih instan telah ada, alias browsing depan kampus. Akibatnya, kelompok kajian diskusi-diskusi berjalan seperlunya, tidak istiqomah, cenderung cepat bubar ditengah jalan. Sebab yang kami ketahui, tokoh besar lahir karena sewaktu menjadi pelajar atau mahasiswa mereka memiliki kelompok kajian kecil plus berbakti pada orang tua dan gurunya, hmmm, tips ringan yang langka dilakukan.

Tidak perlu termehek-mehek jika Indonesia dianggap sebelah mata oleh dunia Internasional, jika semakin hari kita hanya terlena dengan keperkasaan Majapahit, Sriwijaya, Demak dan sebagainya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tinggi peradaban karya sastranya. Dan bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki akhlaq mulia.

Keberadaan OMIK (organisasi mahasiswa intra kampus) dan OMEK (organisasi ekstra kampus) adalah wahana terstruktur yang sejak dulu lahir dan melahirkan tokoh-tokoh ndepen nasional dan intenasional, tanpa mengecilkan peran organisasi ndependent lainnya. Semuanya akan memberikan kontribusi kongkrit jika kita kembali membaca, menghayati dan mengamalkan visi serta misi ataupun ­khittah (hakikat) berdirinya suatu organisasi. Jika itu tidak dilakukan, kita akan semakin teralienisasi oleh keputusan dan kebijakan yang kita ambil sendiri, karena kita sedang berjalan ke Timur bukan ke Barat.

J. Abdillah

No comments: